Seruan Masjid

Khadimul Ummah wa Du'at

Idul Fitri dan Keniscayaan Perubahan ke Arah Islam

Idul Fitri dan Keniscayaan Perubahan ke Arah Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

IDUL FITRI DAN KENISCAYAAN PERUBAHAN KE ARAH ISLAM

KHUTBAH PERTAMA

 

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

 

اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً. لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

 

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ هَذَا الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ فِيْهِ الصِّياَمَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ نَزَّلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانَ. نَحْمَدُهُ وَنَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ وكَمَالِ اِحْسَانِهِ، وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

 

اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

 

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَذُرِّيَّتِهِ الْكِراَمِ، وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ وَدَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَة الإِسْلاَم، وَمَنْ جاَهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَقًّ جِهاَدِهِ اِلِى دَارِ السَّلاَمِ.

 

فَيَا عِبَادَ اللهَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِياَّيَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِه الْكَرِيْمِ: ﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾.

اَمَّا بَعْدُ:

 

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

 

Alhamdulillah. Sudah selayaknya kita banyak bersyukur. Kepada Zat Yang Mahaluhur. Atas segala nikmat-Nya yang tak terukur. Sudah sepantasnya kita memuji. Kepada Zat Yang Mahasuci. Atas segala karunia-Nya yang tak pernah berhenti. Demikianlah sebagaimana firman-Nya:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

Jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah maka kalian tidak akan mampu menghitungnya… (TQS an-Nahl [16]: 18).

 

Pada hari ini pun, nikmat dan karunia Allah yang amat besar sama-sama kita rasakan. Kita baru saja menuntaskan ibadah puasa Ramadhan. Kemudian dilanjutkan dengan Idul Fitri yang saat ini sedang kita rayakan. Nikmat dan karunia-Nya tentu makin besar kita rasakan, saat puasa benar-benar mewujudkan ketakwaan. Tak hanya saat  Ramadhan, tetapi juga di luar Ramadhan sepanjang tahun.

 

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

 

Kita telah sama-sama paham. Hikmah dari pelaksanaan puasa Ramadhan adalah terwujudnya takwa pada diri kita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 183).

 

Menurut Syaikh Abu Bakar al-Jazairi dalam Aysar at-Tafaasiir (I/80), frasa “agar kalian bertakwadalam ayat di atas bermakna, “agar dengan shaum itu Allah subhanahu wa ta’ala mempersiapkan kalian untuk bisa menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.”

 

Jika hikmah dari puasa adalah takwa, tentu idealnya kaum Muslim menjadi orang-orang yang taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala tak hanya pada bulan Ramadhan saja. Juga tidak hanya dalam tataran ritual dan individual semata. Ketakwaan kaum Muslim sejatinya terlihat juga di luar bulan Ramadhan sepanjang tahun. Juga dalam seluruh tataran kehidupan mereka. Demikianlah seharusnya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ

Bertakwalah kamu dalam segala keadaanmu (HR ahmad dan at-Tirmidzi).

 

Karena itu bukan takwa namanya jika seseorang biasa melakukan shalat, melaksanakan shaum Ramadhan atau bahkan menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Namun, di sisi lain ia biasa memakan riba, melakukan suap dan korupsi, mengabaikan urusan masyarakat, menzalimi rakyat dan enggan terikat dengan syariah Islam di luar yang terkait dengan ibadah ritual.

 

Orang bertakwa pun akan selalu berupaya menjauhi kesyirikan. Ia tidak akan pernah menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dengan makhluk-Nya, baik dalam konteks ‘aqidah maupun ibadah. Termasuk tidak meyakini dan menjalankan hukum apapun selain hukum-Nya. Sebabnya, hal itu pun bisa dianggap sebagai bentuk kesyirikan, sebagaimana firman-Nya:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah menjadikan para pendeta dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah (TQS at-Taubah [9]: 31).

 

Terkait ayat ini, ada sebuah peristiwa menarik. Sebagaimana dinukil oleh Imam ath-Thabari di dalam Jaami’ al-Bayaan fii Ta’wiil al-Qur’aan (10/210), juga oleh Imam al-Baghawi di dalam Ma’aalim at-Tanziil (4/39), diriwayatkan bahwa saat Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini, datanglah Adi bin Hatim kepada beliau dengan maksud hendak masuk Islam. Saat Adi bin Hatim—yang ketika itu masih beragama Nasrani—mendengar ayat tersebut, ia kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, kami (kaum Nasrani) tidak pernah menyembah para pendeta kami.”

 

Namun, Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membantah pernyataan Adi bin Hatim sembari bertanya dengan pertanyaan retoris, “Bukankah  para pendeta kalian biasa menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dan mengharamkan apa yang telah Allah halalkan? Lalu kalian pun menaati mereka?”

 

Jawab Adi bin Hatim, “Benar, wahai Rasulullah.”

Beliau tegas menyatakan, “Itulah bentuk penyembahan mereka kepada para pendeta mereka.”

 

Saat ini posisi para pendeta dan para rahib itu diperankan pula oleh para penguasa maupun wakil rakyat dalam sistem demokrasi. Pasalnya, merekalah saat ini yang biasa membuat hukum. Mereka telah banyak menghalalkan apa yang telah Allah haramkan. Mereka pun telah banyak mengharamkan apa yang telah Allah halalkan. Contoh: Di negeri ini riba telah lama dilegalkan (dihalalkan). Bahkan Pemerintah menjadi pelaku riba yang utama. Di antaranya melalui utang dengan bunga tinggi. Padahal jelas, riba telah diharamkan secara tegas oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba… (TQS al-Baqarah [2]: 275).

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan menyatakan:

« دِرْهَمُ رِبَا أَشَدُّ عَلَى اللهِ مِنْ سِتِّ وَ ثلاَثِيْنَ زَنِيَّةً »

Satu dirham riba lebih berat dosanya di sisi Allah daripada 36 kali berzina (HR al-Baihaqi).

 

Tentu masih banyak contoh lain yang membuktikan betapa banyak Undang-undang yang dibuat oleh Pemerintah dan DPR selama ini bertabrakan dengan ketentuan syariah Islam.

 

Padahal akibat penerapan hukum buatan manusia yang nyata-nyata bertentangan dengan syariah Islam, berbagai kerugian dan kemadaratan menimpa kita. Sudah lama kita menyaksikan, bahkan merasakan secara langsung, realitas keterpurukan umat Islam di berbagai bidang. Semua adalah akibat langsung dari keberpalingan umat ini dari syariah Islam.

 

Misalnya, akibat utang ribawi yang keterlaluan, kini bila dibagi rata, tiap orang Indonesia harus menanggung utang negara sebesar Rp 24 juta rupiah. Sementara itu pungutan pajak makin membebani rakyat kebanyakan. Di sisi lain skandal keuangan ratusan triliun justru membelit Kementerian Keuangan.

 

Tragisnya lagi, kekayaan negeri ini tidak memberi kemakmuran yang adil pada rakyatnya, bahkan banyak orang kesulitan hidup walau sekedar mendapatkan makanan bergizi. FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) mencatatat Indonesia adalah negara dengan jumlah warga dengan gizi buruk tertinggi di Asia Tenggara. Ada sekitar 17 juta lebih orang Indonesia menderita gizi buruk.

 

Sementara itu nasib umat Muslim di belahan dunia lain masih menderita; penjajahan Palestina oleh Zionis Israel makin menjadi-jadi. Nasib tragis Muslim Uighur di Xinjiang Cina masih terus terjadi. Derita Muslim di India dan di berbagai negeri Muslim yang lain juga tak pernah berhenti.

 

Semua keterpurukan dan derita umat ini sejatinya membuat kita prihatin. Keprihatinan kita seharusnya membangkitkan ghiirah (semangat) kita untuk melakukan perubahan. Tentu bukan sekadar perubahan, tetapi perubahan yang pasti yakni ke arah Islam.

 

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

 

Berbicara tentang perubahan, kita perlu merenungkan kembali ayat tentang perintah puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan jelas mengajari kita agar berubah. Tidak sekadar berubah, tetapi berubah ke arah ketakwaan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 183).

 

Tidak sekadar perubahan ke arah ketakwaan secara individual, tetapi perubahan ke arah ketakwaan secara kolektif. Sebabnya, ketakwaan kolektiflah yang memungkinkan negeri ini bisa meraih keberkahan dari langit dan bumi, sebagaimana firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi… (TQS al-A’raf [7]: 96).

 

Bentuk nyata ketakwaan kolektif, khususnya di negeri ini, adalah penegakan syariah Islam secara kaaffah. Hanya dengan penegakan syariah Islam secara kaaffah negeri ini akan berubah ke arah yang jauh lebih baik. Sebabnya jelas, syariah Islam adalah solusi untuk segala persoalan kehidupan.

 

Namun demikian, yang kita inginkan tentu tidak sekadar perubahan ke arah ketakwaan kolektif secara nasional, tetapi juga perubahan ke arah tatanan Islam kaffah secara mendunia. Sebabnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan membawa risalah Islam memang untuk mewujudkan rahmat bagi umat manusia. Sebagaimana firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ   

Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam (TQS al-Anbiya’ [21]: 107).

 

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahi makumulLâh.

 

Perubahan menuju Islam adalah keniscayaan, bukan mimpi kosong. Sesungguhnya Allah telah mengutus RasulNya untuk memenangkan Islam di atas agama dan ideologi batil lainnya. Firman Allah:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. (TQS At-Taubah [9]: 33)

 

Memang, berbagai upaya dilakukan oleh musuh-musuh Allah untuk memadamkan cahaya agama ini. Sebutan fundamentalisme atau radikalisme dikarang agar umat menolak agama Allah dan memusuhi agamanya sendiri. Lalu mereka tawarkan paham yang mengaburkan ajaran agama seperti moderasi beragama. Namun demikan semua usaha itu dipastikan akan gagal, bahkan sudah gagal, karena Allah Ta’ala telah menetapkan kemuliaan agamaNya.

يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِـُٔوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَفْوَاهِهِمْۗ وَاللّٰهُ مُتِمُّ نُوْرِهٖ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُوْنَ

Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. (TQS Ash-Shaff [61]: 8)

 

Hal yang menambah keyakinan kita terhadap kebenaran agama ini, adalah kita menyaksikan ideologi sekulerisme-kapitalisme tengah membusuk dan menuju jurang kehancuran. Umat manusia terancam kehidupan dan keamanannya. WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) melaporkan setiap 40 detik terjadi satu kasus bunuh diri di seluruh dunia, setiap 60 detik terjadi satu pembunuhan, dan setiap 100 detik satu orang terbunuh dalam konflik bersenjata.

 

Sebagai tambahan, di AS (Amerika Serikat) saja warganya dicekam ketakutan terjadinya penembakan massal yang menyasar warga sipil. Di awal tahun 2023 saja sudah terjadi 138 kali penembakan massal yang dilakukan warga AS terhadap warganya sendiri. Sementara itu setiap dua menit satu warga Amerika menjadi korban kekerasan seksual.

 

Negara-negara yang menganut ideologi sekulerisme-kapitalisme juga mengalami krisis nilai-nilai keluarga. Banyak pria dan wanita menganut paham childfree, mereka juga tidak mau menikah, bahkan juga tidak mau lagi melakukan hubungan seksual. Hingga akhirnya populasi warganya terus menyusut dengan drastis. Inilah sebagian kerusakan yang telah diingatkan Allah subhanahu wa ta’ala:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (TQS Ar-Rum [30]: 41)

 

Karenanya menjadi kewajiban bagi kita untuk melakukan perubahan menuju Islam. Ini adalah perintah agama dan sekaligus suatu keniscayaan. Sesungguhnya perubahan itu tidak akan terjadi kecuali umat ini melakukan perubahan itu sendiri.

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ 

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (TQS Ar-Ra’du [13]: 11)

 

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

 

Momentum Hari Raya Idul Fitri insya Allah telah melahirkan kembali banyak umat Islam yang memiliki kadar keimanan dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang tinggi. Ini menjadi modal bagi terbitnya fajar kemenangan Islam di muka bumi ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan memberi mereka kekuasaan di muka bumi, sebagaimana Dia pernah memberikan kekuasaan itu kepada orang-orang sebelum mereka (TQS an-Nur [24]: 55).

 

Semoga setelah merayakan hari kemenangan ini, yakni Hari Raya Idul Fitri, sebagai kemenangan personal, kita bisa segera merayakan kemenangan kolektif umat. Tentu dengan tegaknya Islam. Tak hanya di negeri ini, tetapi di seluruh penjuru bumi. Demikian sebagaimana sabda Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا

Sungguh Allah pernah melipat bumi untukku. Lalu aku melihat bagian timur dan baratnya. Sungguh tampak bahwa kekuasaan umatku akan mencapai seluruh bagian bumi yang telah diperlihatkan kepadaku (HR Muslim).

 

Sebagaimana kita ketahui, sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kekuasaan umat Islam tidak lain adalah Khilafah. Khilafahlah—untuk kedua kalinya—yang insya Allah akan menaklukkan seluruh dunia dengan kekuasaannya. Khilafah pula yang akan kembali menyebarluaskan Islam ke berbagai penjuru dunia sehingga benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia.

«تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ  فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»

“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang zhalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya.  Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad, Abu Dawud al-Thayalisi dan al-Bazzar).

 

 

BarakalLaah lii wa lakum.

 

 

 

KHUTBAH KEDUA

 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ.

 

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.

 

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ كَرَّمَ هَذهِ الْأُمَّةَ بِشَريِعْتَهِ الْكَامِلَةِ الْخَالِدَةِ، وخَصَّ بهِاَ بِالنُّبُوَّةِ الْعَظِيْمَةِ الْكَرِيِمَةِ.

 

وَاَشْهَدُ اَنَّ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، الَّذِي اَرْسَلَهُ اللهُ بِرِسَالَتِهِ الْقُدْسِيَّةِ ، وَأَحْكَامِهِ الطَّاهِرَةِ ، لِمُعَالَجَةِ جَمِيْعِ مَشَاكِلِ الْإِنْسَانِ فِي الْحَيَاةِ.

 

فَيَا اَيُّهاَ الْمُؤْمِنُوْنَ، تَمَسَّكوا بِاْلإِسْلاَمِ فِي كُلِّ حِيْنٍ، وَ اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. اَمَّا بَعْدُ:

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

 

Pada khutbah yang terakhir ini, marilah kita berdoa, memohon dan bermunajat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga Allah mengabulkan permohonan kita. Semoga Allah memberi kita kesabaran dan keikhlasan. Semoga Allah menguatkan ketaatan kita, melanggengkan ketakwaan kita dan meneguhkan kita untuk tetap istiqamah di jalan-Nya. Dengan begitu Allah subhanahu wa ta’ala memberikan pertolongan-Nya kepada kita sehingga kita benar-benar meraih kemenangan sejati. Dengan tegaknya Islam di muka bumi.

 

 

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ: ﴿إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾.

 

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلىَ آلِهِ وَذُرِيَّاتِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

 

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ، حَمْدَ المُتَنَعِّمِيْنَ، حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، وَلَكَ الشُّكْرُ، كَمَا يَنْبَغِيْ لِوَجْهِكَ الْكَرِيْمِ، وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ.

 

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَ لِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، فَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

 

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا، وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي اِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

 

اللّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلَنَا صَالِحًا مُتَقَبَّلًا ، مُوَافِقًا لِأَحْكَامِكَ وَخَالِصًا لِوَجْهِكَ

اَللّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَكُلَّ صَالِحَاتِ أَعْمَالِنَا وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاعْفُ عَنَّا فِي تَقْصِيْرَاتِنَا وَارْحَمْنَا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

 

اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْأَلُكَ سَلَامَةً فِيْ الدِّيْنِ، وَعَافِيَةً فِيْ الْجَسَدِ، وَزِيَادَةً فِيْ الْعِلْمِ، وَبَرَكَةً فِيْ الرِّزْقِ، وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ، وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ، وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِيْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ، وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ، وَالعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ.

 

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ، وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ. اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدْ ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ ، نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ ، إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحِقٌ ، اَللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ الذِّيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ، وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ، وَيُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ.

 

اَللَّهُمَّ يَا مُنْزِلَ الْكِتَابِ، وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ، اِهْزِمِ الْيَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ، وَالصَّلِيْبِيِّيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ، وَالرَّأْسَمَالِيِّيْنَ وَاَعْوَانَهُمْ، وَالْاِشْتَرَاكِيِّيْنَ وَأَشْيَاعَهُمْ.

 

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَاقْتُلْ مَنْ قَاتَلَ الْمُسْلِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَالْمُنَافِقِيْنَ واَلْفَاسِقِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَنَا أَعْدَاءَ الدِّيْنَ.

 

اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

 

اَللَّهُمَّ أَنْجِزْ لَنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رَسُوْلِكَ، بِعَوْدَةِ دَوْلَةِ الْخِلاَفَةِ الرَّاشِدَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ، وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ لِإِقَامَتِهَا، بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

 

ربَنَّاَ ظَلمَنْاَ أنَفْسُناَ، واِنْ لمْ تَغَفْرِلْنَاَ وتَرَحْمنْاَ، لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخاَسِريِنَ،

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْ اَخْطَأْنِا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا، وَاغْفِرْ لَنَا، وَارْحَمْنَا، اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

 

رَبَّنَا آتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، ربنا تقَبَّلْ منِاَّ وَاسْتَجِبْ دُعَاءَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العْلَيِمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

 

وَسُبْحَانَكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

 

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Mewujudkan Kehidupan Berlimpah Keberkahan

Mewujudkan Kehidupan Berlimpah Keberkahan

بسم الله الرحمن الرحيم

MEWUJUDKAN KEHIDUPAN BERLIMPAH KEBERKAHAN

Khutbah Pertama

 

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

 

اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَتًا وَاَصِيْلاً، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

 

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ هَذَ الْيَوْمِ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ فِيْهِ الصِّياَمَ، اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ نَزَّلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانَ خَيْرَ نِعَمٍ، نَحْمَدُهُ وَنَشْكُرُهُ عَلَى نِعَامِهِ وكَمَالِ اِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرَ اْلأَناَمِ.

 

اَللَّهُمَّ صَلِّيْ وَسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ وَدَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ وَمَنْ جاَهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَقًّ جِهاَدِهِ اِلِى دَارِ السَّلاَمِ.

 

فَيَا عِبَادَ اللهَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِياَّيَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِه الْكَرِيْمِ:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾.

اَمَّا بَعْدُ:

 

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

AlhamdulilLaahi Rabbil ‘aalamiin. Segala pujian hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shawalat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Sayiduna Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam; beserta keluarga dan para sahabat beliau serta siapa saja yang mengikuti beliau hingga Hari Kiamat.

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

Bulan Ramadhan telah kita lalui. Puasanya telah kita lewati. Semua ibadah dan ketaatan di dalamnya telah kita jalani.

 

Allah mensyariatkan puasa Ramadhan agar kita bertakwa. Para ulama telah menjelaskan makna takwa. Seperti yang dinyatakan oleh Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim, takwa adalah melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Perintah dan larangan Allah itu termaktub di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Itulah akidah dan syariah. Dengan ungkapan lain, takwa adalah mentaati dan menjalankan syariah atas dasar akidah Islam.

 

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamin siapa saja yang mengambil dan melaksanakan al-Quran dan as-Sunnah tidak akan tersesat. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, menuturkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda saat Haji Wada’:

«تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ»

“Telah aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh pada keduanya: Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR Malik, al-Hakim, ad-Daraquthni dan Ibnu ‘Abil Barr).

 

Allah subhanahu wa ta’ala juga telah memberikan jaminan di dalam firman-Nya:

﴿فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَىٰ﴾

Jika datang kepada kalian petunjuk dari Diri-Ku, maka siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka (TQS Thaha [20]: 123).

 

Menurut Imam az-Zamaksyari di dalam tafsir Al-Kasyâf, yang dimaksud petunjuk (hudan) adalah al-Kitab dan syariah. Makna ayat ini, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, yakni Allah menjamin orang yang mengikuti al-Quran tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat. Celaka di akhirat adalah sanksi atas orang yang sesat di dunia dari jalan agama (Islam). Sebaliknya, siapa saja yang mengikuti Kitabullah, dengan melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya, niscaya akan selamat dari kesesatan dan dari sanksi-Nya.

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

Saat ini kita memahami dan merasakan dengan jelas, bahwa pengaturan kehidupan bermasyarakat saat ini telah salah arah, juga menuju arah yang salah. Berjalan tidak sesuai dengan petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala di dalam al-Quran dan as-Sunnah.

 

Memang benar, sebagian ajaran Islam dapat dijalankan, khususnya dalam hal pribadi, keluarga dan sebagian transaksi ekonomi. Namun, juga jelas bahwa banyak hukum syariah ditinggalkan dan dicampakkan, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan politik, pemerintahan, pidana, ekonomi, sosial, pergaulan dan sebagainya. Semua itu menunjukkan bahwa pengaturan kehidupan bermasyarakat saat ini telah salah arah. Saat yang sama juga menuju ke arah yang salah karena makin menjauhi dan mencampakkan petunjuk Allah.

 

Secara faktual, banyak Undang-undang dan aturan hukum yang dirasakan lebih menguntungkan oligarkhi, kalau tidak boleh dikatakan dibuat atas pesanan oligarkhi. Contohnya Undang-undang Minerba, Omnibus Law Cipta Kerja, Undang-undan tentang penanganan Covid-19, dan lainnya. Kepentingan dan kemaslahatan rakyat terabaikan atau sengaja diabaikan. Rakyat diberi peran menanggung beban berat, sementara yang mereka rasakan hanya tetesan keuntungan dan kemaslahatan.

 

Negeri ini memang berlimpah dengan kekayaan alam. Namun, kekayaan alam itu dikuasai oleh swasta dalam negeri dan asing. Sebagian besar lahan perkebunan kelapa sawit juga dikuasai swasta. Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, luas perkebunan kelapa sawit mencapai 15,08 juta hektare pada 2021. Mayoritas dimiliki oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) yaitu seluas 8,42 juta hektare atau 55,8%. Perkebunan Rakyat (PR) seluas 6,08 juta hektare atau 40,34%. Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 579,6 ribu hektare atau 3,84%
(Sumber:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/31/luas-perkebunan-minyak-kelapa-sawit-nasional-capai-1508-juta-ha-pada-2021).

 

Utang Pemerintah dan utang sektor publik makin menggunung. Hingga akhir Februari 2022, utang Pemerintah pusat mencapai Rp 7.014,58 triliun atau 40,17 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan jumlah utang itu, jika dibagi rata dengan 273,8 juta orang penduduk Indonsia per 31 Desember 2021, maka perorang menanggung utang Rp 25,6 juta.

 

Total utang yang ditanggung negara, yakni utang sektor publik yang terdiri dari utang Pemerintah Pusat, Bank Indonesia (BI) dan utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) keuangan dan non-keuangan jauh lebih besar lagi. Menurut Statistik Utang Sektor Publik (SUSPI) oleh Bank Indonesia, pada kuartal ke-4 2021 total utang sektor publik mencapai Rp 13.448,8 triliun.

 

Masih banyak fakta lain yang menegaskan bahwa pengaturan negeri ini telah salah arah. Saat yang sama juga menuju arah yang salah. Terasa makin jauh dari tujuan kemerdekaan, yakni mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman dan tenteram. Terasa sekali, negeri ini justru makin tergadai pada oligarkhi dan asing. Beban rakyat pun makin berat.

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

Allah subhanahu wa ta’ala telah memperingatkan akibat dari pengaturan kehidupan yang salah arah dan menuju arah yang salah. Dalam kelanjutan ayat di atas, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ﴾

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sungguh bagi dia penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta (TQS Thaha [20]: 124).

 

Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsîr Ibni Katsîr menjelaskan: “Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku,” yakni menyalahi perintah-Ku dan apa saja yang Aku turunkan kepada rasul-rasul-Ku, berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil petunjuk dari selainnya, maka “bagi dia kehidupan yang sempit,” yakni di dunia, yaitu tidak ada ketenteraman untuk dirinya dan tidak ada kelapangan untuk dadanya.

 

Peringatan Allah dalam ayat ini nyata sangat terasa di negeri ini. Akibat pengaturan negeri yang salah arah dan menuju arah yang salah, berbagai kesempitan menimpa rakyat. Misalnya, utang Pemerintah yang menggunung membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tahun ini Pemerintah harus membayar bunga utangnya saja sebesar Rp 405 triliun. Ini baru bunganya. Belum termasuk pokoknya. Anggaran untuk membayar bunga utang ini menghabiskan 20% dari APBN. Ini termasuk salah satu alokasi pengeluaran APBN yang terbesar.

 

Sebagian besar lahan kelapa sawit dikuasai swasta. Swasta tentu orientasinya mencari untung sebesar-besarnya. Industri minyak goreng dikuasai oleh 30-an perusahaan. Dari jumlah itu hanya 4-5 yang menguasai pasar. Negara, melalui BUMN, hanya menguasai maksimal 6% dari total lahan kelapa sawit. Di antara akibatnya, di negeri penghasil terbesar Crude Palm Oil (CPO) dan pemasok separuh kebutuhan dunia ini, krisis minyak goreng justru terjadi. Masyarakat harus membeli dengan harga mahal dan tak jarang langka. Lahan yang dikuasai swasta itu adalah milik negara yang dikuasai swasta dengan skema Hak Guna Usaha (HGU), tetapi nyatanya Pemerintah “tidak berdaya” untuk sekadar menjamin kemaslahatan rakyat atas minyak goreng. Meski total produksi CPO mencapai 51,3 juta ton pada 2021 dan diperkirakan naik menjadi 53,8 juta ton pada 2022, nyatanya pemenuhan kebutuhan minyak goreng yang hanya sebesar 5,06 juta ton atau 9% dari total produksi nasional CPO, tidak dapat dijamin.

 

Beban masyarakat juga makin berat. Pajak makin bertambah. Baik dari sisi macam maupun angkanya. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baru saja dinaikkan menjadi 11%. Banyak barang yang sebelumnya tidak kena pajak, sekarang dipajaki, termasuk hasil pertanian. Membangun rumah sendiri dengan luas tertentu juga dikenai pajak.  Masih banyak fakta lain tetang sempitnya kehidupan di negeri ini.

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh.

Berbagai kesempitan hidup itu merupakan akibat dari kemaksiatan berupa pengaturan kehidupan yang menyimpang dari petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berbagai kemaksiatan itu menyebabkan berbagai bentuk kerusakan (fasâd).

 

Dalam kondisi seperti itu, tentu kita tidak boleh hanya meratapi nasib dan berdiam diri. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk menyelesaikan berbagai persoalan tersebut dan mengubah keadaan yang tidak selayaknya bagi umat Islam itu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sungguh Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (TQS ar-Ra’du [13]: 11).

 

Ketika pengaturan kehidupan oleh rezim dijalankan menyimpang dari tuntunan al-Quran, kita tidak boleh ikut meninggalkan al-Quran. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«أَلاَ إِنَّ رَحَى اْلإِسْلاَمِ دَائِرَةٌ فَدُورُوا مَعَ الْكِتَابِ حَيْثُ دَارَ، أَلاَ إِنَّ الْكِتَابَ وَالسُّلْطَانَ سَيَفْتَرِقَانِ فَلاَ تُفَارِقُوا الْكِتَابَ»

Ingatlah, poros Islam itu berputar. Karena itu berputarlah kalian bersama al-Kitab sebagaimana ia berputar. Ingatlah, al-Kitab dan kekuasaan akan berpisah. Karena itu janganlah kalian memisahkan diri dari al-Kitab (HR ath-Thabarani, Ahmad bin Mani’ dan Ibnu Rahawaih).

 

Jadi, yang harus kita lakukan adalah kembali merujuk pada al-Quran dan as-Sunnah, yakni kembali pada syariah. Allah subhanahu wa ta’ala  berfirman:

﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Rum [30]: 41).

 

Imam ath-Thabari di dalam Tafsîr ath-Thabarî menjelaskan: Supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,” yakni agar Allah menimpakan kepada mereka sanksi sebagian perbuatan yang mereka lakukan dan kemaksiatan yang mereka perbuat. “Agar mereka kembali,” yakni supaya mereka kembali pada kebenaran serta kembali bertobat dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah.

 

Oleh karena itu, wahai kaum Muslimin, kita harus segera memperbaiki kondisi kehidupan yang salah arah dan menuju arah yang salah, yang berjalan selama ini. Kita harus segera mengubahnya menjadi pengaturan kehidupan yang benar arahnya dan menuju arah yang benar. Hal itu tidak lain dengan segera kita kembali pada petunjuk Allah, kembali pada al-Quran dan as-Sunnah. Tidak ada jalan lain untuk itu selain menerapkan syariah secara total, secara kâffah dalam semua aspek kehidupan, di bawah sistem Al-Khilâfah ar-Râsyidah ‘alâ minhâj an-nubuwwah. Dengan itu keberkahan akan dilimpahkan kepada kita dari segala sisi. Allah subhanahu wa ta’ala menjanjikan:

﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ﴾

Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (TQS al-A’raf [7]: 96).

 

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita, menguatkan kita untuk menyempurnakan dan melanggengkan ketakwaan kita kepada-Nya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala pun segera memberikan pertolongan-Nya dalam wujud penerapan syariah secara kâffah di bawah naungan Al-Khilâfah ar-Râsyidah yang mengikuti manhaj kenabian dalam waktu dekat. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ آمِيْن.ْ

 

 

 

Khutbah Kedua

 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ.

 

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.

 

الحمد لله الذي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ كَرَّمَ هَذهِ اِ مُةَّ بِشَريِعْتَهِ اِلكْاَملِة،ِ وخَصَّ بهِاَ بنِبُوُةِّ نَبِيِّهِ اِلْكَرِيِمَةِ.

 

اَشْهَدُ اَنَّ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَا بَعْدَهُ، اَرْسَلَهُ بِرِسَالَتِهِ الْقُدْسِيَّةِ وَاَحْكَامِهِ الشَّرِيْفَةِ لِمُعَالَجَةِ كُلِّ مُشْكِلَةِ الْحَيَاةِ.

 

فَيَا اَيُّهاَ الْمُؤْمِنُوْنَ، تَمَسَّكوا بِاْلإِسْلاَمِ فِي كُلِّ حِيْنٍ، وَ اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. اَمَّا بَعْدُ:

 

AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, AlLâhu akbar, wa lilLâhil hamdu.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumulLâh

Marilah kita berdoa, memohon dan bermunajat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan permohonan kita. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi kita kesabaran dan keikhlasan, menguatkan ketaatan kita, melanggengkan ketakwaan kita dan meneguhkan kita untuk tetap istiqamah di jalan-Nya.

 

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ: ﴿إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾.

 

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلىَ آلِهِ وَذُرِيَّاتِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

 

اَللَّهُمَّ حَمْدًا شَاكِرِيْنَ حَمْدًا نَاعِمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَامَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِوَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ.

 

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَ لِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَ صِغَارًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ الأَمْوَاتِ، إِنّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ، فَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

 

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا، وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتَنَا الَّتِي اِلَيْهَا مَعَادُنا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

 

اللّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلَنَا عَمَلًا صَالِحًا مُتَقَبَّلًا, مُوَافِقًا بِأَحْكَامِكَ وَخَالِصًا لِوَجْهِكَ

اَللّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَكُلَّ أَعْمَالِنَا الصَّالِحَاتِ وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَاعْفُوْا عَنَّا تَقْصِرَاتَنَا وَارْحَمْنَا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

 

اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلَمَةً فِيْ الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِيْ الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِيْ الْعِلْمِ وَبَارَكَةً فِيْ الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ، اَللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِيْ سَكَرَةِ الْمَوْتِ وَنَجَاةً مِنَ النَّارِ وَعَفْوًا عِنْدَ الْحِسَابِ.

 

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَخْلَعُ مَنْ يَفْجُرُكَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ الذِّيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ، وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ، وَيُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ.

اَللَّهُمَّ يَا مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ إِهْزِمِ الْيَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ وَصَلِيِبِّيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَرَأْسَمَالِيِيْنَ وَاَعْوَانَهُمْ وَاِشْتَرَاكِيِيْنَ وَشُيُوْعَهُمْ.

 

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَاقْتُلْ مَنْ قَاتَلَ وَقَتَلَ الْمُسْلِمِيْنَ

اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَالْمُنَافِقِيْنَ واَلْفَاسِقِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ

اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

 

اَللَّهُمَّ أَنْجِزْ لَنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رَسُوْلِكَ بِعَوْدَةِ دَوْلَةِ الْخِلاَفَةِ الرَّاشِدَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ, وَاِجْعَلْنَا مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ لِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

 

ربَنَّاَ ظَلمَنْاَ أنَفْسُناَ، واِنْ لمْ تَغَفْرِلْنَاَ وتَرَحْمنْاَ لَنَكُوْنَناَّ مِنَ الْخاَسِريِنَ،

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْ اَخْطَأْنِا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُوْا عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

 

رَبَّنَا آتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، ربنا تقَبَّلْ منِاَّ وَاسْتَجِبْ دُعَائنَاَ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْع العْلَيِمْ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

 

وَسُبْحَانَكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

 

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

UPDATE INFORMASI TERBARU