IDUL FITRI : MOMENTUM PERUBAHAN DARI KEGELAPAN KAPITALISME-SEKULER MENUJU CAHAYA ISLAM

IDUL FITRI:

MOMENTUM PERUBAHAN

DARI KEGELAPAN KAPITALISME-SEKULER

MENUJU CAHAYA ISLAM

 

KHUTBAH PERTAMA

 

السَّلَامُ علَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

 اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ واللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

الحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْقُرْآنَ نُوْرًا يُضِيْءُ دُرُوْبَ الْعَابِدِيْنَ، وَشَرَّعَ لَنَا شَرِيْعَةً تُصْلِحُ حَالَ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ، وَأَخْرَجَنَا مِنَ ظُلُمَاتِ الْجَهْلِ وَالظُّلْمِ إِلَى سَنَاءِ الْهُدَى وَالْيَقِيْنِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً نَجْتَازُ بِهَا ظَلاَمَ الضَّلَالِ إِلَى نُوْرِ الْعِرْفَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ جَاءَ بِالدِّيْنِ الْقَوِيْمِ، فَأَضَاءَ اْلأَرْضَ بَعْدَ عَمَى الْجَاهِلِيَّةِ وَظُلُمَاتِ الطُّغْيَانِ. وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ الْكِرَامُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَإِنَّ اللهَ سُبحَانَهُ وَتَعَالىَ يَقُوْلُ فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: ﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ﴾ [آل عمران: 102]

وَقَالَ الرَّسُوْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الكِتَابِ أَقْوَامًا، وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ» [رواه مسلم]

 

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Ma’aasyiral Muslimiin rahimakumulLaah,

Segala pujian hanya milik Allah. Tuhan semesta alam. Dialah Tuhan Yang telah memberi kita kesempatan. Kesempatan untuk menapaki Bulan Suci Ramadhan, mengarungi samudera penghambaan, serta membawa kita ke mimbar kemenangan. Itulah Idul Fitri yang sedang kita rayakan. Dengan penuh kegembiraan.

 

Benar. Hari ini kita berdiri di atas mimbar kemenangan. Kemenangan dalam melawan hawa nafsu dan godaan setan. Kemenangan yang tak hanya dirayakan dengan takbir dan tahmid yang kita lantunkan, tetapi juga dengan sujud dan syukur yang kita tunjukkan.

 

Ma’aasyiral Muslimiin rahimakumulLaah,

Pada hari yang mulia ini kita bergembira. Tentu bukan semata karena kita kembali berbuka, tetapi terutama karena Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ telah menjanjikan dua kebahagiaan kepada orang yang berpuasa. Demikian sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam:

 

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

“Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan saat berjumpa (di Akhirat) dengan Tuhannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

 

Karena itu kebahagiaan sejati tentu bukan terletak pada rasa lapar dan dahaga yang mampu kita atasi setiap hari. Juga bukan terletak pada rasa lelah dan kantuk yang sukses kita lewati selama bulan suci. Kebahagiaan sejati adalah saat kita berhasil meraih ketakwaan hakiki. Sebabnya, itulah tujuan utama puasa Ramadhan yang kita jalani. Demikian sebagaimana firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah [2]: 183).

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Ma’aasyiral Muslimiin rahimakumulLaah,

Sayangnya kebahagiaan ini masih bercampur dengan kesedihan yang menyayat hati. Ramadhan yang penuh dengan keberkahan ini masih saja kita jalani dalam ruang gelap peradaban. Pasalnya, negeri ini, bahkan Dunia Islam, telah lama tenggelam dalam sistem kapitalisme-sekuler yang mencabut keberkahan. Bahkan menjauhkan manusia dari cahaya Islam.

 

Lihatlah di tanah air kita sendiri. Aneka kezaliman makin menusuk hati. Ragam sumberdaya alam dieksploitasi. Bukan untuk kepentingan rakyat yang merintih setiap hari, tetapi untuk dinikmati oleh segelintir oligharki. Jutaan hektar hutan pun dibabat. Semata-mata demi kepentingan sesaat. Itu pun bukan untuk kemaslahatan rakyat, tetapi untuk menambah pundi-pundi kekayaan para konglomerat.

 

Di sisi lain mega korupsi terus menggerogoti negeri. Utang negara dan bunganya terus membumbung tinggi. Aneka pajak makin membebani. Tanah rakyat begitu mudah dirampas oleh oligarki. Angka pengangguran makin menjadi-jadi. Kemiskinan makin menyesakkan dada.

 

Kita juga menyaksikan dekadensi moral makin fatal. Pinjol dan judol makin tak terkontrol. Aneka kejahatan makin mengkhawatirkan. Dari mulai kasus perzinaan, pemerkosaan, LGBT, narkoba, pembunuhan dan ragam kejahatan yang lain. Hukum makin tumpul ke atas, tetapi makin tajam ke bawah. Akibatnya, keadilan makin jauh dari harapan. Semua kerusakan itu terjadi akibat ulah manusia yang melupakan aturan Tuhan. Demikian sebagaimana Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ nyatakan:

 

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ 

”Telah nyata kerusakan, di daratan dan di lautan, karena ulah manusia. Dengan (kerusakan) itu Allah berkehendak agar manusia dapat merasakan sebagian akibat dari ulah mereka itu. Mudah-mudahan (dengan itu) mereka kembali (taat kepada Allah).” (QS. ar-Ruum [30]: 41).

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Ma’aasyiral Muslimiin rahimakumulLaah,

Di tengah gema takbir Idul Fitri, kita masih menyaksikan penderitaan saudara-saudara seiman yang makin mengiris hati. Mulai dari Myanmar, Xinjiang, Yaman, India hingga Palestina. Darah umat Islam pun terus ditumpahkan. Bahkan Bulan Ramadhan kaum zionis Yahudi justru semakin beringas melakukan pembantaian. Semua ini seolah menegaskan kebenaran firman Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ dalam al-Quran:

 

وَلَا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوْا

”Mereka (kaum kafir) tidak akan berhenti memerangi kalian sampai mereka berhasil mengeluarkan kalian (murtad) dari agama kalian jika saja mereka mampu (berbuat demikian).” (QS. al-Baqarah [2]: 217).

 

Akan tetapi, sungguh ironi. Sebagian penguasa Muslim, terutama para penguasa Arab, bukannya memerangi entitas Yahudi. Mereka justru memilih berdamai dan melakukan normalisasi. Mereka bahkan berteman akrab dengan entitas Yahudi. Padahal Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ tegas telah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَۘ

”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman akrab (penolong/pemimpin) kalian.” (QS. al-Mâidah [5]: 51).

 

Para penguasa tersebut begitu tega mengkhianati saudara-saudara mereka. Bahkan mereka berani mengkhianati Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ dan Rasul-Nya, yang telah menyuruh mereka melindungi umatnya. Padahal Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ telah berfirman:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

”Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Jangan pula kalian mengkhianati amanah-amanah kalian, sementara kalian tahu.” (QS. al-Anfâl [8]: 27).

 

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Ma’aasyiral Muslimiin rahimakumulLaah,

Apakah keadaan ini akan kita biarkan sampai merusak semua sendi kehidupan, termasuk menghancurkan keluarga kita? Jawabannya tentu tidak! Kita harus segera keluar dari kegelapan dunia ini. Menuju cahaya Islam yang menerangi. Caranya tidak lain dengan bersegera menerapkan hukum-hukum al-Quran. Cukuplah firman Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berikut menjadi alasan:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوْقِنُوْنَ 

”Apakah sistem hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik hukumnya dibandingkan dengan (hukum) Allah bagi kaum yang yakin?” (QS. al-Mâidah [5]: 50).

 

Sesungguhnya agama ini diturunkan untuk membawa umat manusia dari kegelapan menuju cahaya terang benderang. Al-Qur’an pun diturunkan untuk menyelamatkan umat manusia menuju cahaya Ilahi. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ telah berjanji:

 

الر ۚ كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ

 

”Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrâhim [14]: 1)

 

Bukankah kita telah menyaksikan bahwa Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam dengan Al-Qur’an telah membawa bangsa Arab dari kegelapan hidup jahiliyah menuju peradaban agung yang penuh berkah? Membawa bangsa yang buta huruf, penyembah berhala, penuh dengan takhayul dan khurafat menjadi kaum beriman yang berpikiran cemerlang, unggul tak terkalahkan? Selanjutnya cahaya ini dibawa untuk membebaskan umat manusia di dua pertiga dunia menuju kehidupan yang memuliakan setiap insan.

 

Maka apakah pantas seorang muslim meragukan janji Rabbnya terhadap agama ini? Janji yang datang dari langit, dibawa manusia paling mulia dalam kitab yang juga mulia. Bahwa Allah Ta’ala telah berjanji akan mendatangkan keberkahan manakala iman dan takwa terwujud dalam kehidupan. FirmanNya:

 

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوْا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوْا۟ فَأَخَذْنَٰهُمْ بِمَا كَانُوْا۟ يَكْسِبُوْنَ

 

”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan buka atas mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’râf [7]: 96)

 

Ma’aasyiral Muslimiin rahimakumulLaah,

Berbagai kerusakan yang sudah begitu nyata adalah bukti yang tak bisa dibantah bahwa aturan hidup selain Islam hanya mendatangkan kesengsaraan. Komunisme telah bangkrut setelah menciptakan bencana kemanusiaan, dan hari ini kapitalisme juga kita saksikan sedang di ujung ajalnya. Bukankah telah nampak tanda-tanda itu di depan mata?

 

Sedangkan di tangan kita, wahai kaum muslimin, telah ada sistem kehidupan yang mulia, yang telah berhasil menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Ideologi yang membebaskan manusia dari perbudakan sesama manusia menuju penghambaan hanya pada Allah sang Maha Pencipta. Ideologi yang mengeluarkan manusia dari kesempitan hidup dunia menuju kelapangan hidup. Ideologi yang membawa manusia keluar dari berbagai kezaliman agama dan aturan lain menuju aturan hidup yang berkeadilan.

 

Sesungguhnya semakin gelap malam justru semakin menunjukkan akan terbitnya fajar yang terang benderang. Demikian pula keadaan umat yang hari ini kian terpuruk, justru pertanda akan datangnya cahaya kemenangan Islam. Dengan syarat, umat ini berjuang hanya untuk memenangkan Islam, bukan yang lain.

 

Alhasil, mari kita akhiri era kegelapan ini. Mari kita campakkan akar penyebabnya. Tidak lain ideologi kaptalisme-sekuler yang terbukti rusak dan merusak semua tatanan yang ada. Mari kita bersegera menghidupkan cahaya Islam. Bukan hanya di sudut-sudut hati. Bukan sekadar di dalam diri pribadi. Tapi juga di tengah-tengah masyarakat dan di dalam institusi negara. Mari kita hidupkan cahaya Islam itu di semua lini kehidupan.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِالْقَرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ. 

 

 

 

KHUTBAH KEDUA

 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ

اللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ كَرَّمَ هَذهِ الأُمَّةَ بِشَرِيْعَتِهِ الْكَامِلَةِ، وَخَصَّ بِهَا بِنُبُوَّةِ نَبِيِّهِ الْكَرِيْمَةِ، وَاَعَزَّهَا بِالْخِلَافَةِ الرَّاشِدَةِ. عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّا بَعْدَهُ. اَرْسَلَهُ بِرِسَالَتِهِ الْقُدْسِيَّةِ، وَاَحْكَامِهِ الشَّرِيْفَةِ، لِمُعَالَجَةِ كُلِّ مُشْكِلَةِ الْحَيَاةِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَذُرِّيَاتِهِ وَأَصْحَابِهِ، صَلاَةً تَجْلِبُ الْخَيْرَ وَالفَلاَحَ وَرِضْوَانَهُ، فِي  الدِّيْنِ والدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ الْكِرَامُ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ الأُمَّةَ لاَ تَنْهَضُ إلَّا بنُوْرِ الْإِسْلاَمِ، وَلاَ تَخْرُجُ مِنْ أزْمَاتِهَا إِلَّا بِتَطْبِيْقِ الشَّرِيْعَةِ وَأَحْكَامِ الْقُرْآنِ، فَقَدْ قَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿اَللَّهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ﴾ [البقرة: 257]

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ وَالرِّفْعَةِ وَالدِّيْنِ وَالتَّمْكِيْنِ فِي الْأَرْضِ» [رواه أحمد]

 

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Ma’aasyiral Muslimiin rahimakumulLaah,

Di tengah kegelapan peradaban dunia saat ini, termasuk kegelapan yang dialami bangsa ini, hanya ada satu cahaya yang mampu menerangi. Itulah cahaya Islam. Cahaya yang bersumber dari al-Quran. Demikian sebagaimana yang Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ firmankan:

 

الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ

Alif Laam Raa. Inilah Kitab (al-Quran) yang Kami turunkan kepada dirimu (Muhammad) agar kamu mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan menuju cahaya yang terang-benderang. Dengan izin Tuhan mereka, mereka menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa dan Maha Terpuji.” (QS. Ibrâhim [14]: 1).

 

Namun sayang, sebagian kalangan masih tetap menaruh harapan pada sistem demokrasi untuk membawa perubahan. Tentu harapan itu ibarat menanti cahaya dari bara api yang padam. Faktanya, sistem demokrasi inilah—sebagai subsistem dari ideologi kapitalisme-sekuler—yang justru menjadi akar segala persoalan.

 

Padahal Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ telah memberi kita petunjuk yang jelas. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ pun telah memberi kita solusi tuntas. Itulah al-Quran yang merupakan satu-satunya pilihan orang-orang waras. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ…

“(Itulah) Bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia, juga berisi berbagai penjelasan atas petunjuk tersebut, sekaligus sebagai pembeda (antara yang haq dan yang batil)…” (QS. al-Baqarah [2]: 185).

 

Karena itu jalan keluar dari kegelapan ini hanya satu, yakni kembali pada Islam secara kaaffah. Tidak lain dengan menerapkan secara total syariahnya yang penuh berkah. Demikian sebagaimana yang Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ titahkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا ادْخُلُوْا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ

”Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara total! Janganlah kalian menikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu adalah musuh kalian yang sangat nyata.” (QS. al-Baqarah [2]: 208).

 

Sungguh, hanya dengan Islam yang diterapkan secara kaaffah, umat ini akan kembali meraih ‘izzah. Seperti masa Baginda Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam yang mampu mengangkat derajat bangsa Arab menjadi mulia. Seperti masa Khulafaur Rasyidin yang sanggup menaklukkan adidaya Romawi dan Persia. Seperti masa Kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz yang mampu mensejahterakan rakyatnya secara merata. Seperti masa Kekhilafahan Abbasiyah dengan segala kemajuan sains dan teknologinya yang luar biasa dan menginspirasi dunia. Seperti peradaban Islam di Andalusia yang menerangi daratan Eropa.

 

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Ma’aasyiral Muslimiin rahimakumulLaah,

Karena itu Idul Fitri hari ini sejatinya bukanlah sekadar perayaan. Ia adalah seruan. Seruan untuk mencampakkan segala bentuk kekufuran. Seruan untuk keluar dari ruang gelap peradaban kapitalisme-sekuler yang dipenuhi oleh aneka persoalan. Sekaligus seruan untuk menegakkan kembali syariah Islam dalam semua aspek kehidupan. Demi membangun kembali peradaban yang berbasiskan al-Quran. Sebabnya, hanya dengan al-Quran kita akan meraih segenap kemuliaan dan keberkahan. Cukuplah firman Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ yang menjadi jaminan:

وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوْهُ وَاتَّقُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Inilah Kitab al-Quran yang telah Kami turunkan dengan penuh keberkahan. Karena itu ikutilah al-Quran dan takutlah kalian (dari upaya menyelisihi al-Quran) agar kalian dirahmati (oleh Allah).” (QS. al-An’am [6]: 155).

 

Untuk itu, mari kita amalkan seluruh isi al-Quran. Mari kita terapkan semua hukum dan aturan al-Quran. Hanya saja, pengamalan dan penerapan semua kandungan al-Quran, termasuk semua hukum dan aturan al-Quran, membutuhkan sebuah kekuasaan. Tidak lain kekuasaan Islam. Kekuasaan Islam itulah yang sejak awal Rasulullah saw. mohonkan kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ dan beliau perjuangkan. Demikian sebagaimana yang Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ isyaratkan dalam al-Quran:

وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِيْ مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِيْ مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِيْ مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيْرًا

Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku, masukkan diriku (ke Kota Madinah) dengan cara masuk yang benar, keluarkanlah aku (dari Makkah) dengan cara keluar yang benar, dan berilah aku dari sisi-Mu kekuasaan yang menjadi penolong.” (QS. al-Isrâ’ [17]: 80).

 

Berkaitan dengan ayat di atas, Imam Ibnu Katsir mengutip pernyataan Qatadah rahimahulLaah: “Di dalam ayat ini jelas Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam telah menyadari bahwa beliau tidak punya kesanggupan untuk menegakkan agama ini kecuali dengan dukungan kekuasaan. Karena itulah beliau memohon kepada Allah kekuasaan yang bisa menjadi penolong untuk menegakkan Kitab Allah (al-Quran), untuk menerapkan huduud (hukum-hukum)-Nya, untuk menjalankan kewajiban-kewajiban-Nya dan untuk menegakkan agama-Nya.” (Ibnu Katsir, Tafsiir al-Qur’aan al-‘Azhiim, 5/111).

 

Atas dasar hal demikian, wajar jika para ulama menjadikan agama dan kekuasaan sebagai dua perkara yang tak boleh dipisahkan. Demikian sebagaimana Imam al-Ghazali rahimahulLaah nyatakan:

الدِّيْنُ وَالْمُلْكُ تَوْأَمَانِ مِثْلُ أَخَوَيْنٍ وُلِدَا مِن بْطَنٍ وَاحِدٍ

“Agama dan kekuasaan itu ibarat saudara kembar; seperti dua saudara yang dilahirkan dari perut (rahim) yang sama.” (Al-Ghazali, At-Tibr al-Masbuuk fii Nashiihah al-Muluuk, 1/19).

 

Pasalnya, tanpa kekuasaan, Islam tak bisa ditegakkan. Sebaliknya, tanpa Islam, kekuasaan hanya akan membawa kehancuran. Demikian sebagaimana yang juga Imam al-Ghazali tegaskan:

الدِّيْنُ أُسٌّ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ، وَمَا لَا أُسَّ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ

”Agama adalah pondasi, sementara kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan runtuh. Apa saja yang tidak punya penjaga akan rubuh (sirna).” (Al-Ghazali, Al-Iqtishaad wa al-I’tiqaad, 1/76).

 

Kekuasaan dalam Islam, sebagaimana dinyatakan dalam banyak nash syariah, juga  dijelaskan oleh para ulama mu’tabar, tidak lain adalah Khilafah. Inilah yang harus kita perjuangkan. Sebabnya, tanpa Khilafah, hukum-hukum al-Quran mustahil bisa ditegakkan. Itulah mengapa, kaum kafir dulu berusaha menghancurkan Khilafah. Tidak lain agar dengan itu mereka mudah menjauhkan kaum Muslim dari al-Quran. Akibatnya, al-Quran tinggal bacaan dan hapalan, sementara hukum-hukumnya dicampakkan dan ditinggalkan. Tak lagi dijadikan pedoman kehidupan. Akhirnya, kita terus berada dalam era kegelapan. Itulah yang terjadi sampai sekarang. Itu pula yang kaum kafir inginkan.

 

Untuk itu, mari kita songsong kembali cahaya Islam. Mari kita tegakkan kembali kemuliaan kaum Muslim. Mari kita tegakkan kembali al-Quran. Mari kita tegakkan kembali institusi kekuasaan yang mampu menerapkan hukum-hukum al-Quran dalam semua aspek kehidupan. Itulah Khilafah Islam. Khilafah ar-Raasyidah ‘alaa minhaaj an-Nubuwwah. Hanya dengan itu umat ini bisa lepas dari belenggu kegelapan menuju cahaya Islam. Hanya dengan itu pula kita dapat mewujudkan kembali ‘izzah al-Islaam wa al-Muslimiin. Itulah yang diisyaratkan oleh Imam Malik rahimahullâhu:

لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا

“Tidak akan pernah bisa memperbaiki kondisi generasi akhir umat saat ini kecuali apa yang telah terbukti mampu memperbaiki kondisi generasi awal mereka.” (At-Tirmidzi, Adhwâ’ al-Bayân [Mukhtashar asy-Syamâíl Muhammadiyyah]), 2/282).

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُوَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Ma’aasyiral Muslimiin rahimakumulLaah,

Terakhir, marilah kita berdoa, dengan penuh kerendahan hati dan kesungguhan jiwa. Semoga Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ menjadikan kita termasuk bagian dari para pejuang Islam, yang turut berkonstribusi mengembalikan ‘izzul Islaam wal Muslimiin. Semoga Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ menerima semua amal kita, mengampuni seluruh dosa kita, sekaligus memberi kita kekuatan untuk terus berjuang di jalan-Nya. Semoga pada hari yang penuh berkah ini, Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ mengabulkan semua doa dan harapan kita.

 

اللَّهُمّ صّلِ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَذُرِّيَاتِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. آمِيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا، وَلِوَالِدِيْنَا، وَلِأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا، وَلِمَشَايِخِنَا، وَلِعُلَمَائِنَا، وَلِدُعَاتِنَا، وَلِلْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ لِعِزَّةِ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَلِلشُّهَدَاءِ وَالْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ سَبِيْلِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا، وَاجْعَلْهُ خَالِصًا لِوَجْهِكَ الكَرِيْمِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ العَتِيْقِيْنَ مِنَ النَّارِ، وَمِنَ الفَائِزِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللَّهُمَّ انْصُرِ المُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ فِيْ فِلِسْطِيْنَ، وَفِي اليَمَنِ، وَفِيْ بُورْمَا، وَفِيْ شِينْجِيَانْغ، وَفِي الهِنْدِ، وَفِيْ كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ عَوْنًا وَنَصِيْرًا، وَأَيِّدْهُمْ بِنَصْرِكَ وَحِفْظِكَ وَرِعَايَتِكَ، وَاخْذُلْ أَعْدَاءَنَا، أَعْدَاءَكَ، وَأَعْدَاءَ الدِّيْنِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ الْمُجْرِمِيْنَ الَّذِيْنَ خَذَلَ وَ قَاتَلَ المُسْلِمِيْنَ.

اللَّهُمَّ أَزِلْ عَنَّا ظُلُمَاتِ الرَّأْسِمَالِيَّةِ وَالشُّيُوْعِيَّةِ، وَأَعِدْ لِهَذِهِ الأُمَّةِ مَجْدَهَا بِتَطْبِيْقِ شَرِيْعَتِكَ. اللَّهُمَّ أَعِدْ نُوْرَ الإِسْلَامِ لِيُنِيْرَ الْعَالَمَ، وَاجْعَلْنَا مِنْ جُنْدِهِ المُخْلِصِيْنَ.

اللَّهُمَّ أَهْلِكِ الظَّالِمِيْنَ الَّذِيْنَ يُعَادُوْنَ دِيْنَكَ وَيُحَارِبُوْنَ أَوْليَاءَكَ. اللَّهُمَّ زَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ، وَفَرِّقْ جَمْعَهُمْ. اللَّهُمَّ أَنزِلْ عَلَيْهِمْ رِجْزَكَ وَعَذَابَكَ الَّذِيْ لَا يُرَدُّ عَنِ القَوْمِ المُجرِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْ مَكْرَهُمْ فِيْ نُحُوْرِهِمْ، وَأَرِنَا فِيْهِمْ يَوْمًا أَسْوَدَ كَمَا جَعَلْتَهُ فِيْ فِرْعَوْنَ وَقَارُوْنَ وَهَامَانَ.

اللَّهُمَّ عَجِّلْ لَنَا بِقِيَامِ دَوْلَةِ الْخِلَافَةِ  الرَّاشِدَةِ الثَّانِيَّةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، الَّتِيْ تَحْكُمُ بِشَرِيْعَتِكَ الْعُظْمَى وَتَحْمِلُ دَعْوَتَكَ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا وَاقِعًا مَشْهُوْدًا، وَارْزُقْنَا شَرَفَ الْجِهَادِ وَالدَّعْوَةِ فِيْ سَبِيْلِكَ.

اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.  تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ صِيَامَنَا وَصِيَامَكُمْ، وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ