Mendudukkan Istilah Kafir
MENDUDUKKAN ISTILAH KAFIR
KHUTBAH PERTAMA
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا.
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا،
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ،
اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
:قَالَ اللهُ تَعَالَى
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
Sungguh telah kafir orang-orang yang menyatakan bahwa Allah adalah Al-Masih putra Maryam (TQS al-Maidah [5]: 17 dan 72).
Ikhwani fiddin a’azzaniyallahu waiyyakum,
Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya bertaqwa, karena dengan ketaqwaan itulah yang akan menyelamatkan kehidupan kita di dunia dan di akhirat. Taqwa membawa keberkahan dari Allah dan durhaka akan membawa murka dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah
Salah satu karakter orang yang bertaqwa adalah selalu mengatakan kebenaran meski itu pahit. Kebenaran harus disampaikan walaupun ada celaan atau ada yang tidak suka. Inilah prinsip yang diajarkan dalam Islam oleh Nabi kita SAW.
Dalam sebuah hadits yang cukup panjang, beliau menasihati sahabat mulia Abu Dzarr.
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ أَمَرَنِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَنِى أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا وَأَمَرَنِى أَنْ لاَ أَخَافَ فِى اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ
Dari Abu Dzaar, ia berkata, “Kekasihku Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku untuk mengatakan yang benar walau itu pahit, beliau memerintahkan kepadaku agar tidak takut terhadap celaan saat berdakwah di jalan Allah …. ” (HR. Ahmad)
Sidang jumah rahimakumullah
Hari-hari belakangan ini, kita umat Islam kembali disibukkan dengan polemik istilah kafir. Istilah yang sudah begitu jelas, menjadi tidak jelas gara-gara ada yang membuatnya kabur.
Mari kita dudukkan istilah itu secara jernih. Agar kita tidak keluar dari konteks istilah itu secara syar’i.
Siapakah orang kafir? Dalam kitab Mujam Lughah al-Fuqaha`(hlm. 268) karya Prof. Rawwas Qalah Jie disebutkan makna kafir sebagai berikut:
اَلْكَافِرُ: مَنْ لاَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ لَا بِمُحَمَّدِ رَسَوْلِ اللهِ، أَوْ مَنْ يُنْكِرُ مَا هُوَ مَعْلُوْمٌ مِنَ الإِسْلاَمِ بِالضَّرُوْرَةِ، أَوْ يَنْتَقِصُ مِنْ مَقَامِ اللهِ تَعَالَى أَوْ الرِّسَالَةِ
Kafir adalah siapa saja yang tidak mengimani Allah dan Nabi Muhammad SAW, atau siapa saja yang mengingkari ajaran apa pun yang diketahui secara pasti berasal dari Islam, atau yang merendahkan kedudukan Allah dan risalah Islam.
Di dalam kamus bahasa Arab juga dinyatakan:
اَلْكَافِرُ مَنْ لاَ يُؤْمِنُ بِالْوَحْدَانِيَّةِ أَوْ النُّبُوَّةِ أَوْ الرِّسَلَةِ أَوْ بِثَلاَثَتِهَا
Orang kafir adalah siapa saja orang yang tidak mengimani keesaan Allah, atau kenabian Muhammad saw., atau risalah Islam, atau ketiga-tiganya (Kamus Al-Mujam al-Wasith, II/891).
Sidang jumah rahimakumullah
Makna kafir tersebut tentu digali dari nash-nash al-Quran maupun as-Sunnah. Di dalam al-Quran jelas bertaburan penggunaan kata kafir dengan makna itu, dengan ragam variannya, seperti kafirun dan kuffar, untuk menyebut orang-orang di luar Islam. Contoh kecil firman Allah SWT saat menyebut kaum Nasrani:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
Sungguh telah kafir orang-orang yang menyatakan bahwa Allah adalah Al-Masih putra Maryam (TQS al-Maidah [5]: 17 dan 72).
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ
Sungguh telah kafir orang-orang yang menyatakan bahwa Allah adalah oknum ketiga di antara tiga oknum (TQS al-Maidah [5]: 73).
Bahkan di alam al-Quran sendiri ada satu surat yang secara khusus dinamai dengan Surat al-Kafirun.
Karena itu wajar jika di dalam Piagam Madinah (Shahifah al-Madinah) pun—yang diklaim tidak pernah mengunakan kata kafir—ternyata kata kafir digunakan oleh Rasulullah SAW sebagai kepala Negara Islam saat itu. Pada Pasal ke-14 Piagam Madinah jelas dinyatakan:
١٤ :وَ لاَ يَقْتُلُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنًا فِى كَافِرٍ وَ لاَ يَنْصُرُ كَافِرًا عَلَى مُؤْمِنٍ.
Pasal 14: Seorang Mukmin tidak boleh membunuh Mukmin lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang Mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang Mukmin (Lihat: Ibnu Hisyam, Sirah an-Nabi saw., II/119-133).
Sidang jumah rahimakumullah
Ketahuilah, wajar pula jika Pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadhartusy Syeikh Hasyim Asy’ari pun menyebut kaum di luar Islam, termasuk di negeri ini, dengan istilah kafir. Beliau menyatakan antara lain:
وَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ، بَيْنَكُمْ الْكُفَّارُ قَدْ مَلَؤُوْا بَقَاعَ الْبِلاَدِ
“Wahai manusia, di antara kalian ada kaum kafir yang tinggal di berbagai wilayah di negeri ini…” (Lihat: Irsyad as-Sari fi Jam’i Mushanafat asy-Syaikh Hasyim Asy’ari, hlm. 33).
Bahkan dalam mazhab Asy-Syafii, seorang Muslim yang tidak mengkafirkan pemeluk agama selain Islam—baik Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, Majusi dll; atau ragu dengan kekafiran mereka; atau membenarkan doktrin/ajaran mereka—maka ia dihukumi kafir. Imam an-Nawawi menyatakan:
مَنْ لَمْ يُكَفِّرْ مَنْ دَانَ بِغَيْرِ الْإِسْلَامِ كَالنَّصَارَى، أَوْ شَكَّ فِي تَكْفِيرِهِمْ، أَوْ صَحَّحَ مَذْهَبَهُمْ، فَهُوَ كَافِرٌ، وَإِنْ أَظْهَرَ مَعَ ذَلِكَ الْإِسْلَامَ وَاعْتَقَدَهُ
Siapa saja yang tidak mengkafirkan orang yang beragama selain Islam seperti Nasrani, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan doktrin/ajaran mereka, maka dia telah kafir meskipun bersamaan dengan itu dia menampakkan dirinya Islam dan meyakininya (An-Nawawi, Rawdhah ath-Thalibin, 3/444).
Sidang jumah rahimakumullah
Istilah Muslim dan kafir adalah istilah yang sejak awal digunakan oleh al-Quran. Istilah ini murni digunakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya untuk membedakan kaum yang beriman dan kaum yang ingkar.
Selama berabad-abad, penggunaan kata kafir untuk menyebut orang-orang di luar Islam nyaris tidak pernah menimbulkan problem. Baik di internal umat Islam sendiri maupun di kalangan eksternal non-Muslim. Para ulama sejak dulu juga biasa menggunakan istilah kafir di dalam kitab-kitab mereka untuk menyebut orang-orang non-Muslim.
Walhasil, berhati-hatilah terhadap segala upaya yang dilakukan oleh kalangan yang ingin mengaburkan istilah-istilah syar’i, yang sebenarnya begitu jelas dan gamblang.
Semoga Allah senantiasa istiqamahkan kita di jalan-Nya. Aamiin
[]