Keyakinan Ketaatan dan Kemenangan
KEYAKINAN, KETAATAN DAN KEMENANGAN
KHUTBAH PERTAMA
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا.
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا،
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى :
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا
(QS al-Maidah [5]: 3)
Alhamdulillah, Allah masih memberikan nikmat yang luar biasa. Nikmat iman dan Islam serta sehat wal afiat. Sehingga di hari yang mulia ini, kita bisa berkumpul di tempat yang mulia ini, bersama dengan orang-orang yang insyaAllah dimuliakan oleh Allah untuk melaksanakan shalat jumat berjamaah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mari terus tingkatkan takwa kita kepada Allah, terlebih di masa-masa pandemi ini. Sadarlah bahwa kita adalah hamba Allah, milik Allah, yang harus dan tunduk kepada-Nya. Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Banyak-banyak bertaubat dan mengakui kesalahan bahwa selama ini kita lebih banyak mengikuti hawa nafsu dan mengesampingkan aturan Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Kita baru saja merayakan Hari Raya Idul Adha. Hari raya identik dengan hari kemenangan. Pertanyaannya: Sudahkah kita menjadi pemenang?
Kemenangan hakiki adalah ketika umat Islam menjadi umat yang taat (bertakwa) kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Sayang, saat ini kita menyaksikan masih banyak perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang belum diamalkan. Masih banyak larangan-Nya yang dilanggar. Singkatnya, masih banyak hukum-hukum syariah yang dicampakkan. Terutama berkaitan dengan pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara; dalam bidang pemerintahan, ekonomi, sosial, hukum pidana, pendidikan, politik luar negeri dan lain sebagainya.
Saat syariah Islam belum diterapkan secara kaffah dalam kehidupan, saat itu pula kehidupan kaum Muslim terpuruk, terjajah, hancur dan tertindas. Saudara-saudara kita di Palestina, Suriah, Irak, Afganistan, Xinjiang, Chechnya, Rohingya, Thailand Selatan, Filipina Selatan, dan sebagainya dijajah, disiksa dan banyak yang diusir dari negerinya. Tak ada yang melindungi dan membela mereka.
Pangkal keterpurukan ini adalah karena umat Islam telah banyak menyimpang dari Al-Qur’an. Keadaan itu telah diterangkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ
Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (Al-Qur’an), sungguh bagi dia penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta (TQS Thaha [20]: 124).
Menurut Imam Ibnu Katsir makna “berpaling dari peringatan-Ku” adalah “menyalahi perintah-Ku dan apa saja yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku, melupakannya dan mengambil petunjuk dari selainnya.” (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, V/323).
Adapun penghidupan yang sempit di dunia tidak lain adalah kehidupan yang semakin miskin, sengsara, menderita, terjajah, teraniaya, tertindas dan sebagainya, sebagaimana yang kita saksikan dan rasakan sekarang ini di Dunia Islam.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Hari Raya Idul Adha sudah berlalu. Tugas kita adalah membuktikan bahwa kita adalah umat yang layak dan berhak untuk disebut sebagai umat yang bertakwa di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, yakni yang siap tunduk secara total kepada syariah-Nya.
Ada tiga kunci untuk meraih kemenangan umat Islam:
Pertama, memantaskan diri sebagai hamba yang kokoh keimanannya, mendalam keilmuannya dan dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala.
Kedua, maksimal dalam melakukan upaya perubahan dari suatu kondisi menuju kondisi lain yang lebih baik.
Ketiga, sabar atas panjangnya perjuangan dan atas tipudaya musuh.
Mengapa harus memantaskan diri dari sisi keimanan dan ketakwaan? Karena kemenangan bagi umat Islam adalah karunia dari Allah. Yang wajib kita lakukan adalah melakukan ikhtiar dalam perjuangan untuk mengubah keadaan dunia yang sebelumnya jauh dari aturan Islam, menuju keadaan yang tunduk dan patuh pada aturan Allah subhanahu wa ta’ala. Inilah perubahan menuju penerapan syariah Islam secara kaffah.
Perubahan itu harus diupayakan sendiri oleh umat Islam. Sebabnya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Sungguh Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (TQS ar-Ra’d [13]: 11).
Adapun terkait sabar, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَٱصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِٱللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِى ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ – إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوا وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
Bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan Allah. Janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka. Jangan (pula) bersempit dada terhadap tipudaya yang mereka rencanakan. Sungguh Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan para pelaku kebaikan (TQS an-Nahl [16]: 127-128).
Karena itu bersabar menghadapi musuh dakwah yang menyalahi dan menentang dakwah adalah kunci kemenangan. Ini adalah sunnatullah.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Berbicara kemenangan hakiki, penting bagi kita menengok momen khutbah Haji Wada’ Rasulullah. Saat melaksanakan haji tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan khalayak. Beliau berpesan terkait perlindungan darah, harta dan kehormatan.
Perlindungan tersebut meniscayakan ikatan akidah (bukan kesukuan), kepemimpinan Islam dengan model al-khulafa’ al-rasyidun dan pondasi kepemimpinan tersebut berupa akidah Islam.
Usai Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan Khutbah Wada’ yang cukup panjang, turunlah firman Allah subhanahu wa ta’ala terkait kesempurnaan Islam:
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا
Pada hari ini Aku telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian, telah mencukupkan nikmat-Ku bagi kalian dan telah meridhai Islam sebagai agama kalian (TQS al-Maidah [5]: 3).
Saat ini, ikhtiar mengembalikan kemenangan umat Islam bermakna membawa umat pada posisi terbaik, sebagai kekuatan di dunia yang diperhitungkan dalam percaturan politik global. Kadar keimanan dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang tinggi, menjadi modal bagi terbitnya fajar kemenangan Islam di muka bumi ini.
[]
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ